Sunday, August 14, 2016

Komunitas IoT ajak Anda Berkenalan dengan Internet of Things

Komunitas IoT ajak Anda Berkenalan dengan Internet of Things

by The Daily Oktagon



Bagi sebagian orang, Internet of Things (IoT) mungkin masih terdengar asing di telinga. Ternyata, di Indonesia, komunitas IoT sudah cukup berkembang dan sudah banyak pula yang berkarya.
Sebelum membahas komunitasnya, Anda perlu tahu dulu, apa sebenarnya IoT itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, The Daily Oktagon berbincang-bincang dengan Sofian Hadiwijaya yang telah lama berkecimpung di dunia ini untuk berbagi cerita mengenai IoT.
Dijelaskan oleh Sofian, Internet of Things adalah sebuah konsep membuat benda atau objek dengan bantuan perangkat elektronik, perangkat lunak, sensor, dan koneksi internet mampu bertukar data atau informasi. Sehingga benda tersebut bisa saling berinteraksi dan menjadi lebih “pintar.”
“Contoh simpel benda yang menggunakan teknologi ini adalah ATM. Benda ini bisa berinteraksi dengan mesin server melalui internet, sehingga kita bisa menarik uang,” jelas CTO CrazyHackerZ ini.
“Contoh lainnya, pada ATM setor tunai, terdapat sensor yang bisa membedakan besaran uang yang kita setorkan,” tambah Sofian yang mendirikan CrazyHackerZ bersama rekannya Anand Mulani.
Regular_Image_-_Acara_meeting_Komunitas_IoT
Menurut Sofian, IoT merupakan teknologi yang semakin mempermudah aktivitas sehari-hari Anda. Tidak hanya seperti ATM yang tadi dicontohkan, seseorang dapat berinteraksi dan mengontrol benda-benda miliknya dengan memanfaatkan teknologi IoT, di mana pun ia berada. Sofian sendiri sudah menerapkan IoT di kamarnya.
“Karena saya orangnya malas, saya mencoba membuat kamar saya lebih smart. Saya bisa mengontrol lampu dan AC dari internet. Ketika saya pulang, kamar sudah dalam keadaan dingin. Juga, ketika ingin tidur, saya bisa mematikan lampu tanpa harus beranjak dari atas kasur,” imbuhnya.
Dampak positif IoT juga dapat dirasakan oleh masyarakat banyak. Sekarang ini sedang banyak dikembangkan smart city, salah satunya Jakarta. Nah, bayangkan betapa mudahnya hidup di sebuah kota jika kotanya dapat berinteraksi dengan warganya. Dalam sebuah smart city yang memanfaatkan teknologi IoT, Anda bisa mengetahui jalan mana yang macet, efisiensi penggunaan energi lampu jalan, hingga perkiraan cuaca.
Saat ini, komunitas IoT yang getol mengadakan pertemuan adalah Komunitas IoT Bandung. Meski baru didirikan pasca Hackathon IoT pertama di Indonesia, Maret 2015 lalu, komunitas ini sudah mengadakan pertemuan sebanyak 13 kali. Pertemuan terakhir dihelat di Koloni Cafe, Jumat, 3 Juli 2015.
Seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya, pertemuan yang dikoordinasi oleh Martin Kurniadi, salah satu pendiri Geeknesia, membahas berbagai topik seputar IoT. Mulai strategi monetasi IoT, kebangkitan developer warga (citizen developer), dan pemanfaatan Raspberry Pi untuk IoT.
“Biasanya kegiatan ketika komunitas IoT ngumpul adalah workshop dan sharing teknologi terbaru,” jelas Sofian yang juga dikenal sebagai Intel IoT Innovator.
Regular_Image_-_Sofian
Sofian Hadiwijaya

Komunitas IoT juga kerap mengenalkan teknologi dari Intel lewat beberapa board yang berhubungan dengan IoT, seperti Intel Galileo dan Intel Edison.
Selain perusahaan rintisan milik Sofian dan Geeknesia, sudah banyak juga anggota komunitas yang mempopulerkan IoT. Salah satunya adalah eFishery, perusahaan rintisan yang membantu pembudidayaan ikan dalam bentuk tempat pakan ikan pintar.
“Dengan bantuan alat tersebut, para petani bisa menghemat pemberian pakan karena terdapat sensor yang melacak apakah semua ikan sudah mendapatkan makanan atau belum. Ketika pemberian pakan sudah berjalan secara efisien, ini juga berimbas pada kondisi kolam yang lebih sehat karena tidak ada pakan yang terbuang. Bahkan, ketika pakan habis, alat ini bisa mengirimkan notifikasi ke pemilik kolam,” tambah laki-laki kelahiran Tanjung Raja, 21 Maret 1989 ini.
Ketika ditanya apa saja produk IoT karya yang sudah dikembangkan oleh CrazyHackerZ, Sofian membeberkan beberapa di antaranya; Instaprinter, printer digital yang terhubung dengan media sosial berdasarkan geo lokasi; Instabelly, vending machine yang dapat mengeluarkan permen secara otomatis ketika pengguna melakukan check-in di lokasi tertentu; dan Selfie-o-matic, photobox yang bisa langsung mengirim hasil foto ke surel.
“Produk CrazyHackerZ lebih mengarah ke hiburan,” kata laki-laki yang hobi ngoprek dan baca buku ini.
Bagi Sofian, pasar IoT di Indonesia masih sangat luas dan antusiasme para pengembangnya juga sangat bagus. Ia memprediksi akan terjadi demam perusahaan rintisan IoT berbasis perangkat lunak atau aplikasi.
“Kita bisa melihat dari platform crowdfunding di Amerika Serikat. Di sana banyak sekali benda-benda pintar yang muncul, kemudian sukses,” kata pemenang BlackBerry Jam Hack Jakarta 2012 ini.
Bagi yang tertarik dengan teknologi IoT, dan ingin selalu update dengan perkembangan teknologinya, maka tidak ada salahnya bergabung dengan komunitas IoT. Komunitas ini sifatnya terbuka untuk siapa saja yang ingin bergabung. Tidak ada persyaratan khusus, Anda cukup mengunjungi laman komunitasnya di situs Meetup.com untuk mendapatkan info kapan pertemuan berikutnya akan diadakan.

Penerapan IoT dalam bidang Pendidikan


Dunia pendidikan Indonesia mendapatkan angin segar dengan dimulainya penerapan Internet Of Things dan ekosistem digital dalam mendukung peningkatan pendidikan bangsa. Inisiatif ini dilakukan Indosat Ooredoo yang melakukan kemitraan dengan Hasri Ainun Habibie ORBIT Foundation dan CREATE Foundation.
Penerapan Internet Of Things dilakukan dengan implementasi platform CREATE CyberSchool With IoT (Internet of Things) berbasis cloud di 65 sekolah percontohan yang tersebar di lima wilayah Indonesia yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku – Papua.
Adapun CREATE CyberSchool With IoT (Internet of Things) merupakan platform belajar berbasis cloud yang dikembangkan CREATE Foundation untuk memberikan sebuah sarana pembelajaran yang berkualitas bagi setiap siswa di seluruh Indonesia di manapun mereka berada dengan memanfaatkan teknologi digital. IoT (Internet of Things) merupakan fenomena baru pada abad 2I, dan penerapan Internet Of Things ini nantinya akan mengubah pola interaksi, komunikasi dan pendidikan di masyarakat luas.
Masing-masing sekolah percontohan tersebut akan dilengkapi dengan tablet yang telah dilengkapi dengan software dan aplikasi pendidikan. Di samping itu, Indosat Ooredoo akan bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk memberikan pelatihan kepada ratusan guru di Indonesia dan meningkatkan kompetensi mereka untuk bisa memberikan pendidikan digital sebaik mungkin.


Melalui keterangan tertulis yang diterima ArenaLTE.com, Direktur Utama Indosat Ooredoo, Alexander Rusli mengungkapkan bahwa penerapan Internet of things melalui inisiatif pendidikan secara digital Indonesia Belajar adalah salah satu cara dalam menerapkan komitmen Indosat Ooredoo dalam menghadirkan dunia digital kepada semua orang. “Dengan komitmen program selama lima tahun ini sebesar 1 juta dollar, Indosat Ooredoo ingin menciptakan lingkungan pendidikan yang interaktif antara guru dan murid”, kata Alex.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Anies Baswedan pada kesempatan yang sama juga mengatakan bahwa Kementerian menyambut baik dan mendukung sepenuhnya komitmen Indosat Ooredoo melalui Indonesia Belajar yang memanfaatkan dunia digital untuk membantu meningkatkan akses dan kualitas pendidikan bagi generasi muda Indonesia.
Sementara itu, Founder & Head of Trustee CREATE Foundation and Member of Board of Trustees Hasri Ainun Habibie ORBIT Foundation, Ilham Habibie, menuturkan bahwa salah satu karya CREATE Foundation adalah penerapan Internet Of Things melalui bahan ajar multimedia interaktif yang sudah dipakai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama Republik Indonesia di 3.600 sekolah seluruh Indonesia.
Ilham menambahkan bahwa platform pendidikan digital interaktif berbasis cloud ini telah di uji coba pada sekolah TechnoNatura sebagai laboratorium CREATE CyberSchool dengan IoT (Internet of Things). “Kerjasama antara Hasri Ainun Habibie ORBIT Foundation – CREATE Foundation dengan Indosat Ooredoo ini semakin mempercepat transformasi pendidikan di Indonesia,” pungkas Ilham.p

3 Langkah Membangun `Internet of Things` di Indonesia


3 Langkah Membangun `Internet of Things` di Indonesia

By 

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu pembahasan menarik yang menjadi sorotan di hari pertama Tech in Asia Jakarta 2015 yang diadakan di Balai Kartini, Jakarta, kemarin, Rabu (11/11/2015) adalah sesi diskusi soal perkembangan Internet of Things (IoT) di Indonesia.

Founder dan CEO CI Agrilculture, Regi Wahyu, turut mengisi sesi tersebut. Menurutnya, ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk membangun, mengembangkan, serta memperkuat kehadiran IoT di Tanah Air.

Ia mengatakan, yang pertama adalah membuat ekosistem. Ekosistem IoT ini harus dibangun dan difasilitasi. Fasilitas sangat penting bagi para inovator untuk memvisualisasikan ide-idenya. Dengan tumbuhnya ekosistem, nanti akan ada banyak aktivitas di dalamnya yang dapat menciptakan startup-startup baru.



"Kedua adalah kolaborasi, tidak hanya startup dengan startup, tetapi juga startup dengan perusahaan besar, startup dengan pemerintahan, startup dengan pusat penelitian atau dengan yang lainnya," ujar Regi.

Lanjutnya, "Karena IoT sendiri tidak hanya dibikin seperti software ke user secara langsung, tetapi karena di IoT disini membutuhkan lebih banyak uji coba dibanding skala," tambahnya.

Regi mengambil contoh e-Fishery. Diungkap, uji coba e-Fishery harus dilakukan tak hanya kepada satu kolam, tetapi jauh lebih banyak dari itu, bahkan seratus hingga seribu kolam untuk melihat kebiasan ikan, sehingga teknologi tersebut bisa diterapkan.

Langkah ketiga, ia menekankan bahwa orang-orang sebaiknya tidak berpikir bahwa IoT itu bukanlah sebuah barang, bukan devices dan juga wearable, walaupun memang nantinya orang-orang menggunakan perangkat yang terkoneksi ke internet untuk memproduksi data.

"Intinya, IoT adalah solusi. Startup harus fokus kepada solusi dibanding produk secara teknis," pungkasnya.

Seperti halnya e-Fishery yang memecahkan solusi untuk masalah pangan perikanan, CI Agriculture juga memberikan solusi untuk produktivitas pertanian dan perkebunan, Regi berharap, startup-startup lainnya bisa memahami fungsi penting dari IoT hingga dapat memberikan solusi yang menyeluruh untuk perkembangan usaha rintisan mereka

Baca Juga:
Secara gamblang, Internet of Things bisa dibilang adalah fenomena di mana benda-benda di sekitar kita dapat `berkomunikasi` antara satu sama lain melalui sebuah jaringan seperti internet.

Ide awal Internet of Things pertama kali dimunculkan oleh Kevin Ashton pada tahun 1999 di salah satu presentasinya. Kini, banyak perusahaan besar mulai mendalami Internet of Things sebut saja Intel, Microsoft, Oracle, dan banyak lainnya.

Banyak yang memprediksi bahwa Internet of Things adalah “the next big thing” di dunia teknologi informasi. Hal ini karena Internet of Things menawarkan banyak potensi yang bisa digali.

(jek/cas)

Mikey Moran, Bicara Peluang dan Tantangan Era Digital Indonesia

Mikey Moran, Bicara Peluang dan Tantangan Era Digital Indonesia

by The Daily Oktagon



Publik mengenal Michaelangelo Moran, atau Mikey Moran, sebagai salah satu pendiri aplikasi berbasis transportasi ojek, Go-Jek, sekaligus disc jokey alias DJ. Tidak banyak orang yang mengetahui sisi lainnya sebagai seorang desainer. Lulusan Academy of Art, San Francisco AS ini menuturkan, Go-Jek sebagai klien pertamanya.
“Saya yang mendesain logo, website, dan seragamnya,” ujar Mikey kepada The Daily Oktagon, di kantor Go-Jek, Kemang, Jakarta Selatan, pertengahan Agustus 2015. “Websitemotion graphics, video, audio, printimagingYou name itI did it,” ujarnya.
Ketika Nadiem Makarim, sahabatnya sejak lama, memperlihatkan business plan Go-Jek yang saat itu masih bernama Go-Bike, pada Agustus 2010, Mikey segera melihat peluang. Tanpa pikir panjang, dia mau gabung dan berinvestasi. Tidak disangka, dalam lima tahun, perusahaan berbasis teknologi digital itu memberikan dampak yang begitu besar bagi masyarakat.
“Ketika mencoba mengambil peluang yang belum diambil oleh orang lain, Anda harus take a leap of faith,” ujar Mikey yang juga co-founder Semua Properties Bali dan Arc MediSpa.
The Daily Oktagon berkesempatan mewawancarai lelaki yang masih suka memotret dengan kamera digital ketimbang ponsel ini. Simak obrolannya, Mikey Moran bicara tentang peluang dan tantangan era digital Indonesia.
Regular_Image_1

Sebagai technopreneur, apa pendapat Anda tentang tren teknologi saat ini?
Menurut saya, tren media sosial saat ini membantu banyak bisnis. Saya bicara dari sisi Go-Jek, di mana teknologi membantu kami dari awal, bahkan sebelum kami punya aplikasi mobile. Ketika itu, kami masih menggunakan Google Maps untuk mengkalkulasi harga berdasarkan jarak.
Ketika kami pindah ke aplikasi mobile, Indonesia sudah memasuki era smartphone. Seperti Anda ketahui, kami melengkapi pengendara Go-Jek dengan smartphone sebagai perangkat yang memberikan akses luas bagi orang-orang yang ingin mempromosikan bisnis.
Apakah ada peluang dari sisi bisnis?
Saya sendiri, sebagai seorang DJ, merasakan keuntungan menggunakan media sosial sebagai sarana mempromosikan acara. Dulu, untuk mempromosikan acara, kita harus membagi-bagikan flyer. Sekarang sudah ada grup WhatsApp, Instagram, atau Path. Jangkauannya jadi lebih luas. Namun, karena semua orang melakukannya, jadi ada kompetisi. Anda harus above and beyond, mencoba mencari strategi dan cara baru agar bisa terus di atas kompetisi.
Di luar negeri, booming Internet of Things (IoT) terjadi karena budaya masyarakatnya suka membuat sendiri barang yang diperlukan (Do It Yourself). Menurut Anda, apakah kultur masyarakat Indonesia memungkinkan terjadinya ledakan yang sama?
Indonesia sangat kreatif dalam berbagai hal. Misalnya, saya seringkali menemukan meme tentang Go-Jek. Dalam membuat produk IoT, kita sangat bergantung dengan teknologi. Mengenai peluang bagi orang-orang Indonesia menciptakan produk IoT, saya sendiri belum pernah melihat. Mungkin di luar sana ada orang Indonesia yang sudah mulai membuatnya.
Apakah Go-Jek berencana mengadopsi teknologi IoT? Misalnya, menciptakan alat yang lebih memudahkan pengemudi Go-Jek memantau order, mengecek peta, dan lainnya tanpa smartphone?
Sepertinya belum. Saat ini pendanaan kami masih berfokus untuk menambah armada. Pembuatan aplikasi dan ponsel bagi pengendara Go-Jek sudah memerlukan anggaran yang besar.
Ponsel memang bisa dibeli dengan cara dicicil. Tapi, kami masih concern pada operasional pengendara Go-Jek, klinik medis, dan pembiayaan sepeda motor. Bagi kami, aplikasi Go-Jek sendiri sudah merupakan lompatan ke depan.
Salah satu visi Go-Jek adalah membuat Indonesia melek teknologi. Sejauh ini, sudah sejauh mana perkembangannya? Bagaimana kontribusi Anda dalam mengedukasi masyarakat Indonesia yang belum tersentuh dengan teknologi?
Go-Jek dilahirkan dengan visi membantu orang. Membuat teknologi yang dapat membantu dan memberikan dampak pada masyarakat adalah driving force kami. Banyak pengemudi Go-Jek yang tidak punya pengalaman dengan teknologi digital karena belum pernah mengoperasikan smartphone.
Banyak juga yang baru pertama menggunakan mobile bank account. Namun, mereka berpikir terbuka, berani mengambil kesempatan, dan meraih manfaat dari situ.
Misalnya, saya baru-baru ini ngobrol dengan salah satu pengendara. Baru satu minggu dengan Go-Jek, ia sudah mendapatkan penghasilan di atas Upah Minimum Provinsi. Dalam catatan kami, rekor penghasilan pengendara Go-Jek dalam sebulan mencapai Rp 15 juta.
Ini berkaitan dengan peran kami mengedukasi publik. Anda bisa menciptakan teknologi. Tapi, ketika teknologi punya dampak begitu besar dan mengubah cara hidup orang banyak, itu adalah cara Anda mengedukasi masyarakat
Saat ini, lewat layanan Go-Food, teknologi Go-Jek tidak hanya memberikan dampak ke masyarakat, tetapi juga ke pelaku bisnis. Salah satu contoh, sebuah restoran makanan meraih Rp 800 juta dari pemesanan lewat Go-Food. Kami tidak melakukan edukasi ke para pemilik restoran, bahwa mereka harus ini atau itu, mereka bahkan tidak menandatangani surat perjanjian apa pun. Kami hanya memasukkan informasi berbagai bisnis makanan ke database, yang saat ini sudah berjumlah sekitar 200 ribu restoran.
Dari pengamatan Anda, seperti apa landscape digital lifestyle di Indonesia?
Kita hidup di era smartphone. Ini sangat menarik, dengan smartphone kita bisa benar-benar membuat apa saja. Seperti slogan Apple saat pertama meluncurkan App Store, “There’s an App for That.” Dulu saya sangat frustrasi saat harus ke ATM hanya untuk transfer uang. Sekarang ini bisa dilakukan dari rumah dengan mobile banking.
Lantas, apa visi Anda tentang digital lifestyle Tanah Air?
Di era digital seperti sekarang ini, tidak ada batasan dalam pemanfaatan teknologi. Perspektif saya, dari sisi Go-Jek, bisa dibilang sebagai tolak ukur apa yang harus orang-orang lakukan saat ini. Anda harus berada above the game.
Mengutip dari sebuah artikel di Tech in Asia yang pernah saya baca, Anda tidak boleh berada di belakang. Harus jadi orang pertama masuk ke ruang baru itu untuk sukses.
Dari sisi kompetisi di era digital, apa yang harus dilakukan dalam berhadapan dengan kompetitor?
Anda harus bisa menciptakan suatu evolusi. Seperti Go-Jek, dengan adanya kompetitor seperti Grab Bike, kami selalu on our toes to be above of the game. Kalau boleh saya bilang, kami berhadapan dengan raksasa jika dilihat dari segi finansial. Strategi bisnis yang kami rencanakan sebulan lalu, bisa saja langsung kami rombak total. Pesan saya, jangan hanya above the game, tetapi juga reaktif dan adaptif.
Ada pendapat yang menyatakan Go-Jek berkontribusi pada perubahan behaviour masyarakat Indonesia menjadi lebih modern. Apakah tujuan ini sudah tercapai, atau adakah aspek digital lifestyle yang belum tersentu perusahaan Anda?
Walau Go-Jek mendapat begitu banyak ekspos di media, didudukung oleh Gubernur, Presiden, dan Wakil Presiden Indonesia, kami tidak punya pengedara Go-Jek yang cukup buat memenuhi kebutuhan semua orang. Tujuan kami adalah adalah membantu sebanyak mungkin masyarakat.
Contoh sederhana, misalnya saya memberitahukan aplikasi Go-Jek lima bulan yang lalu kepada Anda. Saat itu, Anda tidak akan segera mengunduhnya. Tidak ada buzz, tren, atau hype. Lalu, ada referral code, yang memberikan Anda kredit Rp 50 ribu untuk bisa mencoba layanan Go-Jek secara gratis.
Lalu Anda coba dan barulah kepincut. Itu adalah tujuan yang mau kami raih, mereka yang belum punya aplikasinya dan tidak punya alasan kenapa harus menggunakan Go-Jek.
Kehadiran teknologi baru selalu dibarengi dengan gesekan dan pertentangan. Bagaimana peran Go-Jek mengedukasi masyarakat bahwa teknologi bukanlah ancaman?
Teknologi membuat hidup jadi lebih efisien. Saat menciptakan teknologi, Anda berangkat dari masalah yang dihadapi semua orang dan apa yang kita harus lakukan untuk memecahkannya. Lalu lahirlah teknologi yang kita buat untuk memecahkan masalah itu. Orang harus berpikiran terbuka sehingga tidak takut menggunakan teknologi itu.
Sehari-harinya kita menangani begitu banyak hal, dan kita ingin membuat hidup lebih mudah. Teknologi selalu ada untuk membantu memecahkan masalah, jadi kita seharusnya tidak takut menggunakannya.
Edukasi kami lahir sendirinya dari testimoni (pengguna), mengenai bagaimana Go-Jek membantu dan membuat begitu banyak orang bahagia.
Menurut Anda, apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah atau pelaku bisnis untuk meningkatkan adopsi teknologi di masyarakat Indonesia?
Apa yang kurang dari pemerintah kita adalah visi dan juga pendanaan. Saya melihat Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, adalah pemimpin yang berpihak pada kepentingan rakyat. Saya kagum dengan programnya, Smart City.
Beliau berpikir jauh ke depan dengan menciptakan portal agar orang bisa mengakses informasi yang relevan dengan keseharian mereka. Seperti rute dan jadwal kedatangan Transjakarta. Walaupun ada hambatan, visi beliau sudah mengarah ke adopsi teknologi).
Contoh simpel (yang perlu dilakukan pemerintah) adalah dalam hal pariwisata. Pihak terkait bisa membuat situs atau aplikasi mobile yang berisi informasi destinasi wisata di Indonesia, seperti TripAdvisor. Negara ini bisa jadi lebih kaya jika pemerintah berpikiran maju dan membuka akses ke informasi, terutama di era smartphone ini.
Sektor industri kreatif berbasis teknologi dan internet di Indonesia sedang mengalami krisis SDM. Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi krisis ini?
Saya selalu percaya pada solid education. Ini harus dimulai dari bawah, dari usia dini. Saya pikir, cukup jelas bahwa sistem pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan. Tidak hanya sistem pendidikan secara umum, tetapi juga membuat program-program atau creative workshops yang merangsang kreativitas dari kecil.
Kita, sebagai orang dewasa, juga harus mengenali bakat-bakat muda itu, kemudian mendorongnya. Itu yang terjadi di Amerika dan Eropa: mengenali bakat mentah kemudian membinanya hingga anak itu menjadi bintang.
Terakhir, apa yang sedang disiapkan oleh Go-Jek?
Dalam waktu ke depan, kami akan merilis enam produk baru. Saya belum bisa bicara banyak. Sedikit memberikan bocoran, mungkin saja layanan ini tidak melibatkan ojek. Kami juga terus ekspansi ke luar kota. Hingga akhir tahun ini, Go-Jek akan melebarkan layanannya hingga ke delapan kota di Indonesia.

Bicara IoT dengan Jagoan Teknologi Indonesia, Onno W. Purbo


Bicara IoT dengan Jagoan Teknologi Indonesia, Onno W. Purbo

by The Daily Oktagon



Pada sore yang sejuk di Bandung, awal Juni lalu, Onno W. Purbo terlihat semangat berbagi ilmu seputar Internet of Things (IoT).  IoT mulai ramai dibicarakan di Indonesia sejak awal 2015. Kepada para peserta meet-up Komunitas IoT Indonesia, Onno menjelaskan dengan antusias.
Onno, yang kelahiran Bandung, 17 Agustus 1962 ini, memang pakarnya teknologi dan mahir berbicara mengenai perkembangan teknologi di Indonesia. Sebagai seorang pakar teknologi, berbagai tindakan dan inovasi yang dia ambil tak jarang menuai sensasi dan atensi publik. Sebut saja perjuangannya dalam membebaskan Frekuensi 2.4 gigahertz Wajanbolic, sampai konsep VoIP Rakyat serta RT/RW-net di seluruh Indonesia.
Setelah berkeliling dunia dalam meraih gelar master di bidang teknologi, Onno sempat menjadi dosen Institut Teknologi Bandung pada awal 2000. Tak bertahan lama, akhirnya dia memilih jalur sendiri di luar jalur formal untuk berbagi ilmu melalui tulisan atau cyber-learning. Belum lagi, penganut paham filosofi copyleft ini membiarkan belasan buku yang sudah ditulis, untuk disalin oleh siapapun.
Regular_Image_-_Onno_1
Tidak hanya di Indonesia, nama Onno juga cukup diperhitungkan secara global. Ia pernah mendapat undangan sebagai pembicara di planery session Conference Access to Knowledgeyang diselenggarakan oleh Yale Law School di Yale University, Amerika Serikat, pada 2006. Dalam konferensi itu, ia berbagi pengetahuan dengan lebih dari 40 negara soal isu teknologi di dunia.
Fokus presentasi Onno saat itu adalah tentang pengalaman turun lapangan di Indonesia dalam mengatasi keterbatasan akses internet selama 12 tahun. Ia menggambarkan bagaimana niat besar untuk mengedukasi bangsa, mengajak anak muda menulis buku untuk berbagi pengetahuan, membangun berbagai mailing list, secara swadaya di masyarakat.
Seusai presentasi, Onno mengaku terkejut pada respons peserta pada keynote speech-nya yang terbilang rebellious saat itu. Dari seluruh konferensi, presentasi Onno paling mendapat apresiasi. Banyak pakar dan profesor dari berbagai kampus yang menyalami. Sampai-sampai Sarah Kerr, pakar dari BellaNet Canada, melabeli Onno sebagai pemberi ceramah terbaik diConference Access to Knowledge di Yale Law School. Sejak saat itu, ia langsung mendapat berbagai tawaran dari berbagai negara untuk memberikan ceramah inspirasi, antara lain di Berlin, Ghana, serta Belanda.
Kini, pria yang sempat diusung menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika melalui sebuah petisi ini sedang gencar mengkampanyekan melek IoT di Indonesia. Simak wawancara berikut ini.
Apa kesibukan yang sedang Anda jalani saat ini?
Eksperimen serta menulis beberapa buku dengan topik seperti IPv6, streaming video, OpenBTS, dan lain-lain.
Bagaimana perkembangan IoT di Indonesia?
Komunitas IoT lumayan berkembang. Sayangnya, kurikulum di kampus-kampus Indonesia masih gaptek banget! Jadi, jujur, secara formal Diknas (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) memang ketinggalan zaman. Alhasil, SDM-nya harus belajar secara informal karena ilmu Internet of Things tidak mungkin mereka dapat di pendidikan formal.
Caranya sederhana sebenarnya. Dosen-dosen jangan cuma teori di kampus saja, harus orang-orang yang pernah di lapangan, biar enggak gaptek.
Adakah wadah informal, seperti komunitas IoT Indonesia, yang bisa diikuti paramakers yang ingin mendapatkan pengetahuan seputar IoT?
Ada, itu yang sedang dilakukan sekarang. Cuma kan itu sifatnya informal. Sementara proses informal itu lama dan sangat sedikit orang yang akanjadi. Kita butuh banyak orang yang jadi.
Sejauh apa potensi Indonesia pada perkembangan IoT?
Potensinya besar sekali. Barang-barang yang digunakan murah-murah, juga. Beberapa hari lalu anak-anak (komunitas) kasih lihat saya Access Point seharga Rp70.000 saja. Cuma memang masih dibutuhkan SDM yang andal buat ngoprek itu semua.
Apakah industri teknologi di Indonesia sudah siap adaptasi dengan IoT?
Hasilkan SDM dulu yang terpenting. Tanpa SDM kita tidak usah bicara adaptasi dulu, deh.
Sebagai inovator, produk IoT seperti apa yang perlu ada di Indonesia?
Yang pasti produk yang sangat dibutuhkan di Indonesia, misalnya sensor-sensor pada pipa minyak untuk sebuah perusahaan di Sumatera. Kondisinya, perusahaan tersebut memang butuh teknologi itu, dan memang punya uang. Selain itu, yang cukup booming adalah usahatracking GPS pada mobil.
Perusahaan-perusahaan angkutan ke depannya bisa melakukan tracking kendaraan dan melihat kondisi kendaraan. Satu lagi, para pedagang CCTV juga mulai bisa menyalurkan video dengan Internet of Things.
Apa rencana dan langkah pribadi Anda dalam era IoT ini?
Pribadi, ya? Sejauh ini saya mau ngoprek saja. Memang dari dulu kerja saya ngoprek dan bikin buku. Mau buat perusahaan tapi malas harus menghadapi urusan izin dan pajak. Tidak sanggup, rasanya.
Apa dukungan pemerintah yang diperlukan di era IoT?
Pertama, ubah kurikulum (pendidikan). Sebisa mungkin hasilkan SDM teknik yang banyak untuk industri. Sekarang ini SDM teknik cuma sembilan persen dari total seluruh mahasiswa di Indonesia. Untuk birokrasi, pemerintah juga harus permudah izin, pajak, dan pastikan tidak ada tukang palak.
Bagaimana IoT bisa berhasil di Indonesia?
Perbanyak SDM yang suka ngoprek, perbaiki kurikulum jangan cuma teori saja, perbaiki ekosistem supaya tukang ngoprek hidup, dukung industri manufaktur—jangan cuma jadi sales pabrikan luar negeri saja.
Pada acara dengan Komunitas IoT Indonesia beberapa waktu lalu di Bandung, Anda bicara tentang Raspberry Pi dan pemanfaatannya untuk IoT. Aslinya, alat ini untuk apa?
Aslinya Raspberry Pi untuk anak-anak SD di Inggris buat belajar komputer. Di Indonesia, kebanyakan menggunakan Raspberry Pi buat ngoprek. Salah satu produk sejenis adalahArduino.
Anda sendiri sudah sejauh mana ngoprek dengan Raspberry Pi dan mengimplementasikannya?
Saya lebih untuk bikin server kecil, juga untuk buat smart TV dari TV murah. Untuk smart TV,hardware tambahannya hanya kabel HDMI saja, sedangkan software-nya menggunakanOpenELEC. Untuk server, saya menggunakan sistem operasi Raspbian buat Raspberry Pi. Raspbian itu basisnya Linux biasa, terserah mau diprogram apa aja juga bisa.
Platform mobile consumer punya dua nama besar, Google dan Apple, sementara IoT belum ada. Kenapa belum ada perusahaan teknologi besar yang serius bermain di sini? Apakah IoT ini masih buzzword saja, belum punya business value?
Sepertinya. IoT segmennya lebih ke industri, bukan ke end-user biasa. Jadi dari sisi user biasa, sebenarnya mereka tidak perlu atau tidak usah tahu secara teknik IoT itu apa. Cukup bisa pakai saja.
Contoh, mesin pembayaran buat bayar kartu kredit, mesin bayar tol, alat-alat buat sensor banjir, dan lain-lain. Itu semua bisa diimplementasikan dengan IoT. Masyarakat cukup terima jadi saja. Mereka sebenarnya tidak perlu tahu itu IoT.
Isu atau risiko apa yang saat dihadapi IoT? Apakah privacy dan pencurian data termasuk? Dan bagaimana isu ini bisa diatasi ke depannya?
Karena “makhluk” IoT berjalan pakai internet, teknik security-nya sama saja dengan produk yang terhubung internet lainnya. Bisa pakai SSL, VPN, dan lain-lain.
Sejauh ini, bagaimana “taring” Indonesia di dunia dalam perkembangan teknologi?
Ada segelintir orang yang menonjol. Cuma sebagian besar adalah orang-orang di birokrasi, administrasi, dan manajemen saja. Sementara tukang ngoprek, tukang bikin, kurang didukung oleh dana, birokrasi, dan manajemen itu.
Fenomena Go-Jek dan GrabBike cukup menjadi sesuatu yang cukup besar dan berpengaruh di Indonesia. Dari pengamatan Anda, apa saja faktor yang membuat hal itu begitu masif?
Sederhana saja. Karena bermanfaat untuk orang banyak dan menggunakan media yang dipakai oleh orang banyak
Pesan untuk para makers di Indonesia?
Makers
 adalah kemampuan yang langka. Tidak banyak orang Indonesia yang mampu sampai tahapan makers. Kalau Anda tidak dukung oleh pemerintah jangan kecil hati. Cari saja pekerjaan di luar negeri. Semoga sukses!

Map Security needs to DevSecOps tools in SDLC.

  Map Security needs to DevSecOps tools in SDLC. Implementing DevSecOps effectively into the SDLC involves adopting the right tools, adaptin...